Pelajaran Bahasa Jawa Sekolah Dasar

Posted By daw on Selasa, 11 Agustus 2020 | 04.00


BAGI berasal dari satu} anak didik, mata pelajaran Bahasa Jawa sebetulnya menakutkan. Bukan tidak mungkin, suatu dikala mata pelajaran bhs Jawa dapat masuk di dalam kategori mata pelajaran ‘momok’ seperti halnya matematika dan fisika sebagaimana kesimpulan mereka selama ini. Sesuatu yang harusnya tidak terjadi. Kita termasuk kerap mendengar kata-kata : ”kelak, kami studi Bahasa Jawa ke Negeri Belanda”.

Jangan hingga terjadi. Karenanya pembelajaran Bahasa Jawa kudu pembenahan lewat budaya berbahasa. Mengingat budaya berbahasa itu penting, disamping pembelajarannya. Dalam konteks ini, pembelajaran Bahasa Jawa tidak hanya dilakukan di sekolah, tapi termasuk kudu terlaksana di lingkungan keluarga, dan penduduk di dalam kerangka ekosistem pendidikan.
Pembelajaran bhs dan Budaya Jawa di dalam lingkungan keluarga merupakan pondasi pembelajaran bhs dan Budaya Jawa di sekolah. Tujuan pembelajaran bhs Jawa di dalam lingkungan keluarga ditekankan untuk mengenal dan praktik berbahasa Jawa bersama baik sebagai suatu pembiasaan.

Disiapkan Kurikulum


Pembelajaran bhs dan budaya Jawa di dalam lingkungan sekolah mempunyai tujuan agar anak mengenal, sadar dan menguasai penggunaan bhs Jawa. Maka pembelajaran bhs dan budaya Jawa di sekolah kudu disiapkan kurikulum yang cocok bersama target yang hendak dicapai.
Pada kelas I dan II pembelajaran Bahasa Jawa memadai diajarkan mengenai membaca dan menulis kata dan kata-kata pendek di dalam Bahasa Jawa yang diperlukan di dalam kehidupan sehari-hari ditambah bersama pelajaran berkomunikasi bersama kata-kata sederhana.

Pada kelas III, IV, V, dan VI menjadi diajarkan mengenai ilmu bhs baik ketatabahasaan maupun kesasteraan. Bahan yang dihidangkan tetap bersifat ilmu dasar. Pada kelas VII, VIII dan IX pembelajaran Bahasa Jawa merupakan pendalaman atas materi pelajaran terhadap kelas di awalnya bersama peningkatan pendalaman tiap-tiap ilmu bahasanya. Pada kelas X, XI, dan XII materi pembelajaran Bahasa Jawa tambah diperluas.

Disamping ilmu kebahasaan dan kesasteraan kudu diberikan pula masalah budaya Jawa yang di dukung oleh Bahasa Jawa. Pembelajaran Bahasa Jawa meliputi pelajaran membaca, berceritera, menulis, parama sastra, kesasteraan, dan budaya yang di dukung Bahasa Jawa. Pembelajaran di penduduk dapat dilakukan terhadap perkumpulan, organisasi dan lembaga yang diharapkan dapat menolong pendidikan anakanak. Tidak kurang fasilitas massa berperan di dalam pembelajaran bhs dan budaya Jawa di dalam masyarakat.

Budi Pekerti


Agar bhs dan Budaya Jawa senantiasa dapat mengimbuhkan andil yang besar di dalam rangka pembentukan budi pekerti luhur, maka dapat ditempuh berasal dari satu} upaya strategis. Di antaranya adalah membiasakan berbudaya Jawa, dan membenahi pembelajaran bhs Jawa di sekolah. Membiasakan budaya Jawa di dalam berbahasa dapat dilakukan dengan; (1) bapak dan ibu di dalam keluarga mempergunakan bhs krama (2) Bahasa krama digunakan di dalam bicara bersama kawan sejawat; (3) rintisan Java Day di dalam satu minggu baik di kantor maupun di sekolah. (4) Kegiatan agama dan keagamaan, apabila Khutbah Jumat dan Misa Gereja bersama memanfaatkan Bahasa Jawa; (5) seminar, sarasehan, dan diskusi bersama memanfaatkan bhs Jawa dan sebagainya.

Sedang membenahi pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah, dapat dilakukan bersama (1) menata kembali kurikulum mata pelajaran bhs Jawa. (2) Pembelajaran bhs Jawa yang disesuaikan bersama nut ing era kelakone, (3) penggunaan fasilitas dan penguasaan tipe pembelajaran yang banyak ragam bagi guru Bahasa Jawa; dan (4) menggali khasanah budaya Jawa dan kearifan lokal untuk pembelajaran budi pekerti luhur. Misal jujur, tekankan keperluan masyarakat, arif dan bijaksana, mengingat asal muasalnya, sudibya, aja dumeh dan lain sebagainya.

Lain berasal dari itu, pembelajaran bhs Jawa hendaknya diawali berasal dari fungsinya sebagai alat komunikasi. Jadi Bahasa Jawa sebaiknya bukan sebagai pelajaran ilmu Bahasa Jawa semata, tapi sebagai alat komunikasi. Karena itu tidak kudu kuatir salah. Hakikat berbahasa sebetulnya adalah pakulinan.

Jika selagi ini wong Jawa kari separo (tinggal setengahnya), bukan tidak barangkali terhadap saatnya nanti ‘wong Jawa’ wis ora kengengeh, (tidak tersisa). Ungkapan ini tentu tidak dimaknai sebagaimana adanya. Secara kuantitatif orang Jawa senantiasa banyak, tapi orang Jawa yang ngerti (memahami), ngrasa (menghayati), dan nglakoni (memraktikkan) bhs dan budaya Jawa di dalam hidup dan kehidupannya tidak tersedia lagi. Berarti, bhs dan Budaya Jawa hanya indah di dalam kenangan.

  
Blog, Updated at: 04.00

Popular Posts